Makkah al-Mukarramah,
12 Rabiul Awwal 1406 H.
Ali Thanthawi
Putriku
tercinta! Aku adalah seorang laki-laki yang sudah beranjak ke usia lima
puluh tahun.[3] Telah lewat sudah masa remaja, dan kutinggalkan
impian-impian dan khayalan-khayalan. Berbagai negeri telah kukunjungi
dan banyak orang kujumpai. Pahit getirnya dunia telah aku cicipi. Karena
itu, dengarkanlah nasihat-nasihatku yang benar lagi jelas berdasarkan
pengalaman-pengalamanku. Pasti belum pernah engkau mendengarkannya dari
orang lain.
Melalui tulisan, kami selalu mengajak perlunya
perbaikan moral, menghapus kerusakan dan mengalahkan hawa nafsu hingga
pena tak lagi mampu menulis dan lidah menjadi kelu, namun kami tak
menghasilkan apa-apa. Kemungkaran belum dapat kami berantas bahkan
semakin bertambah, berbagai kerusakan merajalela, busana terbuka dan
merangsang semakin trendi serta semakin marak. 'Wabah' ini berkembang
dari satu negeri ke negeri yang lain, bahkan menurut dugaanku, tidak ada
satu negeri Muslim pun yang selamat darinya. Di negeri-negeri kaum
Muslimin sendiri yang dulu terdapat baju panjang yang sempurna dan
kesungguhan dalam menjaga kehormatan dan aurat, kini para wanitanya
keluar rumah dengan busana 'seksi' yang terbuka bagian lengan dan
lehernya.
Kami belum berhasil dan saya kira tidak akan
berhasil. Mau tahu sebabnya? Karena sampai saat ini, kami belum
me-nemukan cara untuk memperbaikinya dan belum tahu jalannya.
Sesungguhnya, jalan kebaikan itu ada di hadapan matamu, duhai putriku!
Kuncinya berada di tanganmu. Bila engkau percaya kunci untuk masuk itu
ada, lalu kalian mempergunakannya, maka pasti kondisinya akan menjadi
baik.
Benar, yang lebih dulu memulai mengayunkan langkah menuju
kubangan dosa adalah lelaki, bukan wanita! Hanya saja, bila engkau
menolak, pasti laki-laki tidak akan berani. Andaikata bukan karena lemah
gemulaimu,[4] laki-laki tidak akan bertambah nekad. Engkaulah yang
membuka pintunya sedangkan dia hanya masuk. Seakan kau katakan kepada si
pencuri, "Silahkan!" Lalu ketika ia telah mencuri, engkau berteriak,
"Maling! Tolong ada maling! Saya kemalingan!"
Jika engkau
telah menyadari bahwa laki-laki tersebut adalah srigala sedang dirimu
adalah seekor domba, maka tentu engkau jauh-jauh hari sudah
menghin-darinya sebagaimana domba yang menghindari srigala. Kalau engkau
tahu bahwa laki-laki tersebut adalah pencuri, pasti engkau akan
bersikap hati-hati seperti halnya si kikir yang takut hartanya dicuri.
Manakala
srigala hanya menghendaki daging si domba, maka apa yang diingin-kan
laki-laki darimu jauh lebih berharga dari sekedar daging domba itu.
Bahkan, kematian kiranya lebih baik bagimu daripada harus kehilangan
sesuatu yang paling berharga itu. Lelaki hanya mengingkan sesuatu yang
paling berharga pada dirimu, yaitu kehormatanmu. Kehormatan adalah
kebanggaan dan kemuliaan yang dengannya kamu hidup. Hidup bagi wanita
yang telah terenggut kehormatannya adalah seratus kali lebih pahit
daripada kematian seekor domba yang diterkam srigala.
Ya,
demi Allah! Saat memandang seorang gadis, yang terlintas dalam khayalan
seorang pemuda hanyalah kondisinya yang tanpa sehelai benang pun melekat
di tubuhnya.
Demi Allah, begitulah kenyataannya. Kami
bersumpah untuk kedua kalinya di hadapanmu ini. Janganlah engkau pernah
percaya manisnya tutur kata sebagian laki-laki, bahwa mereka tidak
melirik seorang gadis melainkan hanya sekedar ingin mengetahui akhlak
dan budi pekertinya saja; bahwa mereka berbicara kepadanya hanya sebagai
seorang sahabat; bahwa mereka akan mencintainya sebagai seorang teman.
Demi Allah, itu bohong! Andaikata engkau mendengar obrolan antar
anak-anak muda dalam kesunyian mereka, tentulah engkau akan mendengarkan
sesuatu yang mengerikan dan menakutkan.
Senyuman yang dilemparkan
pemuda ke arahmu, kehalusan tutur kata dan perhatiannya terhadapmu;
semua itu tidak lain hanyalah perangkap rayuan untuk mencapai apa yang
diinginkannya. Setidaknya rayuan itu adalah kesan tersendiri bagi si
pemuda.
Tetapi, selanjutnya, apa yang kemudian akan terjadi, duhai putriku? Camkanlah dengan baik!
Kalian
berdua sesaat berada dalam kenikmatan, untuk kemudian engkau
ditinggalkan begitu saja, dan engkau selamanya tetap akan merasakan
penderitaan akibat kenikmatan sesaat itu. Sementara pemuda itu akan
terus mencari mangsa demi mangsa untuk direnggut kehormatannya. Sedang
dirimu harus menang-gung beban kandungan yang membesar di perutmu.
Jiwamu pasti merintih, keningmu kini telah tercoreng. Masyarakat nan
zhalim dapat mengampuni pemuda itu dengan mengatakan, "Dulu ia pemuda
yang sesat, tapi sekarang sudah bertaubat!" Tetapi bagaimana dengan
dirimu? Selamanya engkau hidup berkubang kehinaan dan membawa aib.
Masyarakat seakan tak dapat mengampuni perbuatanmu itu selamanya.
Andai
saat bertemu pemuda itu, engkau berani menentang, membuang muka,
menunjukkan jati dirimu dan menghindar, lalu bila si pengganggu itu
belum juga mau mengindahkan bahkan sampai berbuat lancang melalui ucapan
atau tangannya yang usil, maka lepaskan sepatu yang melekat di kakimu,
lalu lemparkan ke kepalanya! Jika semua itu engkau lakukan, pasti semua
orang di jalan akan membelamu. Setelah kejadian itu, tentu pemuda-pemuda
iseng tidak akan berani lagi mengganggumu dan juga gadis-gadis
selainmu. Tentunya, jika ia seorang pemuda yang baik, ia akan datang
kepadamu untuk meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi
perbuatannya. Bahkan, bisa jadi ia akan mengharapkan adanya hubungan
yang baik dan halal denganmu, untuk kemudian akan datang melamarmu.
Betapa
pun status, kekayaan, popularitas dan wibawa yang dicapai seorang
wanita, maka ia tidak akan dapat menggapai angan-angan terbesar dan
kebahagiaan selain dalam sebuah pernikahan. Yaitu kala menjadi isteri
yang baik, seorang ibu yang terhormat dan pendidik bagi keluarga. Sama
saja dalam hal itu, para ratu, para putri raja atau pun para artis film
Hollywood kenamaan yang memiliki ketenaran dan citra yang dapat menipu
banyak wanita.
Aku mengenal dua orang sastrawati besar dari dua negara Islam.
Keduanya
adalah sastrawati sejati, memiliki harta kekayaan dan kejayaan sastra.
Namun sayang, keduanya kehilangan suami, lalu akal sehat pun hilang dan
akhirnya menjadi gila. Dalam hal ini, jangan pojokkan diriku dengan
pertanyaan tentang siapa mereka sebab nama-nama itu sudah amat terkenal.
Pernikahan
adalah cita-cita tertinggi seorang wanita, walaupun ia seorang anggota
dewan dan pemegang kekuasaan. Tak ada seorang pun yang sudi menikah
dengan wanita pelacur. Seorang laki-laki yang bermaksud menikahi wanita
baik pun, bila mengetahui ternyata ia seorang yang sesat, maka akan
pergi meninggalkannya pula. Kalau ingin menikah, maka ia akan memilih
wanita yang baik, karena ia tidak rela bila kelak nyonya rumah tangga
dan ibu bagi putra-putrinya adalah seorang wanita asusila.
Seorang
laki-laki walaupun dia seorang fasik, germo, bila di pasar kelezatan
tidak mendapatkan wanita yang rela menumpahkan kehormatannya di atas
kedua kakinya atau yang dapat menjadi barang permainan di hadapannya,
ataupun bila ia tidak juga mendapatkan wanita fasik atau wanita lalai
yang mau menemaninya kawin berdasarkan agama Iblis dan syariat kucing di
bulan Februari, maka pastilah ia meminta wanita yang menjadi isterinya
itu menikah berdasarkan sunnah Islam.
Jadi, akar penyebab
hilangnya minat terhadap ikatan pernikahan adalah kali-an, wahai kaum
wanita! Bila bukan karena wanita fasik, tentu hilangnya minat pada
ikatan pernikahan tidak akan terjadi dan peluang berbuat maksiat tidak
akan terbuka lebar. Kenapa kalian tidak menyadari hal itu? Dan mengapa
para wanita mulia tidak berupaya mencari penyelesaian bagi malapetaka
ini? Kalian lah yang lebih pantas dan mampu daripada kaum laki-laki
untuk melakukan upaya itu. Kalian lebih mengerti bahasa wanita dan cara
menyadarkan mereka, dan karena yang bisa menyelamatkan korban kerusakan
ini hanya kalian, para wanita terpelihara, mulia, wanita yang terjaga
dan beragama.[5]
Di setiap rumah di negeri kaum muslimin
terdapat para gadis berusia siap nikah tetapi belum juga mendapatkan
jodoh. Penyebabnya adalah kecenderungan para pemuda untuk memiliki
'pacar' sehingga tidak butuh kepada isteri. Tidak menutup kemungkinan,
kondisi serupa juga terjadi di negeri-negeri lain.
Karena
itu, kalian perlu membentuk organisasi-organisasi kewanitaan yang
terdiri dari para sastrawati, para intelektual, para guru dan mahasiswi
yang misinya mengembalikan saudari-saudari kalian yang salah jalan itu
kepada kebenaran. Ajaklah mereka agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala. Jika menolak, takutilah mereka dengan memberikan peringatan
bahwa apa yang mereka lakukan itu dapat menyebabkan datangnya penyakit.
Jika masih membangkang, maka jelaskan kepada mereka dengan berkaca
kepada realitas yang ada. Katakan kepada mereka, "Kalian adalah
gadis-gadis remaja yang cantik. Karena itu, pasti kalian menjadi rebutan
para pemuda. Akan tetapi, apakah masa remaja dan kecantikan itu akan
kekal abadi? Adakah sesuatu di dunia ini yang akan kekal abadi? Bila
nanti, kalian sudah menjadi nenek-nenek yang bungkuk punggungnya dan
keriput wajahnya, ketika itu, siapa yang akan berminat lagi? Tahukah
kalian, siapa yang akan memperhatikan, menghargai dan mencintai seorang
nenek? Jawabannya, adalah anak-anak dan para cucunya. Saat itulah, sang
nenek akan menjadi ratu di tengah rakyatnya. Duduk manis di atas
singgasana mengenakan mahkota. Akan tetapi, bagaimana pula dengan nasib
seorang nenek yang masih belum bersuami? Tentu, kalian sendiri lebih
tahu apa yang terjadi dengannya!"
Di sebuah trotoar di
persimpangan jalan di Brussel, aku menyaksikan seorang nenek tua yang
berdiri menggunakan penyangga untuk kedua kakinya. Karena sudah dimakan
usia, segenap tubuhnya gemetaran. Ia ingin menyeberang, namun hampir
saja ia diserempet oleh mobil-mobil di sekelilingnya. Kasihan, tidak
seorang pun yang mau mem-bimbingnya.
Kepada pemuda yang bersamaku, aku berkata, "Sebaiknya salah seorang dari kalian menghampiri nenek itu dan menolong-nya."
Waktu
itu, kami bersama seorang teman lama bernama Ustadz Nadim Zhubyan.
Sudah lebih dari 40 tahun ia tinggal di Brussel. Beliau bercerita
kepadaku, "Tahukah anda bahwa nenek tua itu dulunya adalah wanita
primadona di negeri ini yang banyak membuat orang terbuai? Para lelaki
selalu menguntitnya dan dengan sepenuh hati rela merogoh kocek mereka
hanya sekedar untuk dilirik atau disentuhnya. Tetapi setelah masa bunga
berakhir dan kecantikan di wajah telah pupus, tak seorang pun yang anda
lihat sudi menyentuh tangannya."
Sebandingkah kenikmatan
itu dengan penderitaan yang dialaminya di atas? Akankah kita tukar
akibat dari itu dengan kenikmatan sementara?
Perkataan-perkataan
seperti ini bagi kalian para wanita, tidak memerlukan petunjuk orang
lain dan kalian tidak akan kehabisan cara untuk memberi nasehat kepada
saudari-saudari kalian yang salah jalan dan patut dikasihani. Jika
kalian tidak dapat mengasihani mereka, minimal berusahalah untuk menjaga
wanita baik-baik, gadis-gadis yang sedang tumbuh agar tidak menempuh
jalan yang salah itu.[6]
Aku tidak menuntut kalian untuk
merubah secara drastis dan mengembalikan wanita masa kini kepada kondisi
wanita Muslimah sejati. Tidak, kami menyadari bahwa perubahan secepat
itu biasanya mustahil dilakukan. Kondisinya seperti antara malam yang
gelap gulita dan pagi yang cerah bercahaya, di mana Allah Subhanahu wa
ta'ala tidak memindahkan dari kegelapan kepada cahaya dalam sekejap.
Tetapi, Dia memasukkan siang ke dalam malam tanpa engkau rasakan adanya
perubahan itu. Sama seperti jarum jam yang engkau lihat diam tak
bergerak. Padahal bila dirimu kembali dua jam kemudian, pasti ia telah
bergeser. Demikian pula dengan perubahan manusia dari masa kanak-kanak
ke masa remaja, dari masa remaja ke masa tua. Juga sama halnya dengan
perubahan sebuah negeri, dari satu kondisi ke kondisi yang lain.
Akan
tetapi kembalilah ke jalan kebaikan selangkah demi selangkah,
sebagaimana ketika engkau menyongsong jalan keburukan setapak demi
setapak. Kalian mulai dari memendekkan pakaian sedikit demi sedikit,
kalian pertipis kerudung dan sabar melalui masa yang panjang. Kalian
lakukan perubahan ini, sedangkan lelaki shalih tidak menyadari.
Majalah-majalah porno menggalakkan masalah ini, orang-orang fasik riang
gembira, sampai akhirnya kita mencapai suatu keadaan yang tidak diridhai
Islam, bahkan tidak pula oleh agama lain. Juga tidak dilakukan oleh
orang-orang Majusi para penyembah api yang berita mereka sudah kita baca
di buku-buku sejarah. Bahkan hingga sampai pada suatu keadaan yang
tidak dapat diterima para hewan.
Dua ekor ayam jago saja
bila bertemu untuk memperebutkan sang betina, pasti saling serang karena
rasa cemburu dan membela. Tetapi sungguh aneh dengan para lelaki Muslim
yang tidak cemburu terhadap wanita Muslimah dilirik orang asing. [7]
Bukan sekedar wajah yang dilirik, telapak tangan ataupun lehernya tetapi
segalanya. Ya, segalanya selain sesuatu yang menjijikkan untuk dilihat
dan harus ditutup, yaitu kemaluan dan buah dada.
Di
klub-klub malam, suami-suami Muslim tega menyodorkan isteri-isteri
mereka untuk diajak berdansa dan dipeluk lelaki lain. Dada menempel
dengan dada, perut bertemu perut, bibir dengan pipi, lengan melingkar
tubuh. Kendati demikian, tak ada seorang pun yang protes terhadap
pemandangan itu. Di kampus-kampus Universitas Islam, mahasiswa Muslim
biasa berdua-duaan dengan mahasiswi Muslimah yang tanpa menutup aurat.
Anehnya, tak satu pun, orang-orang tua Muslim yang mengingkari hal
tersebut. [8]
Pemandangan-pemandangan seperti itu banyak
terjadi. Dan itu tidak dapat diatasi hanya dalam sehari atau dengan
upaya yang tergesa-gesa. Tetapi caranya adalah dengan kembali ke jalan
yang benar melalui jalan yang semula pernah kita tempuh ketika melakukan
keburukan, walaupun jalan yang berat itu seka-rang amat panjang. Jalan
kembali satu-satunya yang panjang ini harus ditempuh, sebab bila tidak,
maka kita tidak akan sampai ke tujuan. Kita mulai dengan memberantas
masalah ikhtilath (bercampur-baurnya laki-laki dan wanita dalam satu
tempat tanpa hijab).
Seorang gadis tidak seharusnya
bercampur baur dengan lelaki yang bukan mahramnya, seorang isteri juga
tidak seharusnya menerima teman suaminya di rumah, menyapanya jika
bertemu di kereta atau bertemu di jalan. Seorang gadis tidak seharusnya
menjabat tangan pria di kampus, berbincang-bincang, berjalan seiring,
belajar bersama untuk ujian, kemudian dia lupa bahwa Allah Subhanahu wa
ta'ala menjadikannya sebagai wanita dan si kawan sebagai pria, satu
dengan yang lainnya dapat saling terangsang. Siapa pun, baik wanita,
pria atau seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah
Subhanahu wa ta'ala, menyamakan antara kedua jenis atau menghilangkan
kecenderungan yang ada di dalam jiwa mereka.
Aku memiliki
beberapa makalah tentang kesetaraan gender (kesamaan antara laki-laki
dan wanita). Di situ aku berbicara tentang beberapa hak dan kewajiban,
pahala dan siksa, tetapi aku tidak berbicara mengenai pekerjaan, fungsi
dan tugas. Karena tidaklah mungkin seorang laki-laki itu akan hamil dan
menyusui menggantikan para wanita, sementara wanita pun tidak mungkin
berperang atau melakukan pekerjaan-pekerjaan berat menggantikan peran
laki-laki.
Para propagandis 'egalitarianisme' (persamaan
hak) dan ikhtilath yang mengatas-namakan 'civiel society' adalah para
pembohong besar. Hal ini dapat dilihat dari dua aspek:
Pertama,
karena semua itu mereka lakukan untuk memberikan kepuasan kepada diri
mereka sendiri. Mereka menikmati pemandangan anggota tubuh yang terbuka
itu dan kenikmatan-kenikmatan lain yang mereka bayangkan. Akan tetapi,
mereka tidak berani berterus terang. Oleh karena itu, slogan-slogan
seperti kemajuan, masyarakat madani, seni, kehidupan kampus, semangat
olahraga dan slogan-slogan kosong tanpa makna lainnya itu hanyalah kedok
belaka, ibarat gendang yang ditabuh.
Kedua, mereka bohong
karena mengekor kepada Barat dan menjadikan Barat sebagai penyuluh.
Mereka tidak dapat memahami kecuali menurut cara pandang Barat. Menurut
mereka, kebenaran bukanlah lawan dari kebatilan. Tetapi kebenaran adalah
segala sesuatu yang datang dari sana; Paris, London, Berlin dan New
York, sekalipun yang dilaku-kan itu berupa dansa, pornografi, pergaulan
bebas di kampus, pamer aurat di tempat umum atau telanjang ria di pantai
(atau kolam renang). Sementara kebatilan menurut mereka adalah sesuatu
yang datang dari sini; dari lembaga-lembaga pendidikan Islam di Timur
dan dari masjid-masjid milik orang-orang Islam, sekalipun hal itu berupa
kehormatan, petunjuk kebenaran, keterpeliharaan dan kesucian, baik
kesucian hati maupun tubuh.
Di Eropa dan Amerika, Seperti
yang sering kita baca dan dengar dari mereka yang pernah berkunjung ke
sana ternyata masih terdapat banyak keluarga yang tidak rela dan tidak
mengizinkan pergaulan bebas. Di Paris, misalnya, para bapak dan ibu
melarang anak gadis mereka berjalan dengan seorang pemuda atau pergi
bersama ke gedung bioskop. Bahkan mereka tidak diperbolehkan nonton,
kecuali film-film yang sudah diketahui jalan ceritanya dan mereka tahu
benar bahwa di dalam film-film itu, tidak ada adegan porno dan jorok.
Yaitu, adegan-adegan yang sangat disayangkan, selalu ada dalam
tayangan-tayangan yang dibuat perusahaan film di negeri kita untuk
kalangan muda-mudi, yang mereka sebut sebagai seni perfilman, karena
ketidakpahaman terhadap agama bahkan juga terhadap film itu sendiri.
Kata
mereka, "Pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik
watak dan dapat menekan gejolak seksual di dalam jiwa."
Untuk
menjawab hal ini, saya limpahkan kepada mereka yang telah lebih dulu
pernah merasakan pergaulan bebas di sekolah-sekolah, yaitu orang Rusia
yang tidak beragama, yang tidak pernah mendengar petuah ulama dan
pendeta. Bukankah mereka telah meninggalkan percobaan ini, setelah
melihat bahwa hal ini amat merusak?
Tentang Amerika,
apakah mereka belum membaca, bahwa problem Amerika, adalah semakin
meningkatnya siswi-siswi yang hamil? Itu karena mereka mengajarkan
pelajaran seks di sekolah-sekolah. Artinya, sama saja dengan menuangkan
bensin ke dalam api. Kepada para gadis suci yang buta terhadap masalah
seks, mereka jelaskan mengenai apa yang tersembunyi dari aurat laki-laki
dan apa yang dilakukan laki-laki jika sedang berduaan dengan wanita.
Pada saat yang sama, ada setan-setan dari jenis manusia yang mengajak
kita agar melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Sebagaimana mereka
juga membiasakan dan melatih para siswi sekolah-sekolah menengah untuk
menggunakan pil pencegah kehamilan.
Siapa yang akan merasa senang apabila universitas-universitas di negeri-negeri kaum Muslimin mengalami persoalan yang sama?
Aku
tidak berbicara kepada para pemuda. Aku tidak ingin mereka mendengar.
Aku tahu bahwa mungkin mereka menyanggah dan menertawakan diriku. Karena
aku telah menghalangi mereka menikmati kelezatan yang benar-benar telah
mereka peroleh. Akan tetapi, aku berbicara kepada kalian,
putri-putriku. Wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku yang
terhormat dan terpelihara! Ketahuilah bahwa yang akan menjadi korban
bukan orang lain tetapi kamu sendiri. Oleh karena itu, jangan serahkan
diri kalian sebagai korban iblis. Jangan dengarkan bujuk rayu mereka
dengan dalih pergaulan demi kebebasan, modernisasi, kemajuan dan
kehidupan kampus. Sungguh kebanyakan orang-orang terkutuk itu tidak
memiliki isteri dan anak. Mereka sama sekali tidak perduli dengan
kalian, selain sebagai pemuas kenikmatan sementara. Sedangkan aku
(penulis) adalah seorang ayah dari beberapa orang putri. Jika aku
membela kalian, berarti aku membela putri-putriku sendiri. Aku ingin
kalian bahagia seperti yang aku inginkan untuk putri-putriku.
Sesungguhnya
dari perbuatan liar yang mereka lakukan, tak ada sesuatu pun yang dapat
mengembalikan diri wanita kepada kehormatannya yang lenyap,
kemuliaannya yang terkoyak, begitu juga dengan martabat yang hilang.
Jika
seorang gadis telah terjerumus, maka tak seorang pun dari mereka yang
mau meraih tangannya kembali atau menyelamatkannya dari keterjerumusan
itu. Yang justeru mereka lakukan adalah memperebutkan kecantikan gadis
itu selama masih tersisa kecantikan di wajahnya. Jika sudah hilang,
mereka pun pergi meninggalkan gadis tersebut. Persis seperti
anjing-anjing yang meninggalkan bangkai karena sudah tak menyisakan
daging sedikit pun.
Inilah nasihatku buatmu, wahai
putriku. Inilah kebenaran, selain ini jangan dipercaya. Sadarlah bahwa
di tanganmulah kunci pintu perbaikan itu, bukan di tangan kami kaum
lelaki. Jika ada kemauan pada dirimu niscaya engkau sanggup memperbaiki
dirimu sendiri, dengan demikian, umat secara keseluruhan akan menjadi
baik.